Seseorang pernah mengatakan begini: “Bila pria tahu apa yang dilakukan para wanita saat kumpul, pria tidak akan jatuh cinta pada wanita.”
Ini mungkin hanya lelucon. Tapi, sebagaimana lelucon lain, lelucon ini pun sedikit banyak mengandung kebenaran.
Apa yang para wanita lakukan saat mereka berkumpul dengan sesama? Hanya Allah SWT dan para wanita yang tahu.
Kita tidak tahu apakah ada wanita yang ikut berburu pada jaman batu dulu. Tapi pengecualian selalu ada. Beda jaman beda kebiasaan. Beda waktu beda laku. Beda tempat beda adat.
Pandemi mau tak mau telah mengubah banyak hal, termasuk rutinitas dan perilaku. Kita diwajibkan untuk selalu berada di rumah dan hanya keluar untuk hal-hal yang mendesak saja. Mobilitas sangat terbatas.
Dan, berada di rumah saja pada sebagian besar waktu, dengan pekerjaan rumah yang sudah beres dan anak-anak sudah rapi dan bunga-bunga di halaman sudah disirami, orang-orang kemudian kembangkan cara-cara baru habiskan waktu.
Ada yang habiskan waktu bermain dengan anak-anak, ada yang rutin bermain dakon dan monopoli.
Ada pula yang habiskan waktu dengan menonton film drama Korea terus-menerus tanpa henti. Diingatkan, cemberut. Kuota internet habis, geger.
Lalu, bagaimana hukum nonton film drama Korea?
Jabarkan hukum fikih bisa pakai dua cara. Cara njlimet dan cara sederhana. Jika pakai cara njlimet, maka hukum nonton film Korea adalah tergantung. Tapi jika pakai cara sederhana, maka hukumnya adalah juga tergantung.
Sebagaimana kita tahu, jenis hukum fikih ada wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
Wajib artinya harus dilakukan. Yang meninggalkan kewajiban dapatkan hukuman. Sunnah artinya baik dilakukan, tapi yang tak melakukan tidak dapatkan hukuman. Mubah boleh dilakukan dan boleh tidak. Makruh artinya boleh dilakukan tapi jika tidak dilakukan akan lebih baik. Haram artinya jangan dilakukan.
Ada pandangan bahwa hukum sesuatu adalah perkara yang terberikan, tidak perkara yang ada dalam diri sesuatu tersebut.
Puasa Ramadan adalah wajib. Namun ia bisa menjadi haram saat keadaan darurat. Daging anjing haram. Tapi memakannya bisa jadi wajib dalam kondisi darurat tertentu.
Penetapan hukum fikih harus dirujuk pada dalil-dalil teks, yaitu Al-Qur’an dan Hadits, terlebih dahulu. Bila tidak bisa ditemukan dalil naqli-nya, maka dicarikan dari pendapat para Sahabat Nabi. Jika tidak ditemukan, cari di pendapat jumhur Ulama.
Mari kita lihat, apakah hukum nonton film Korea dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Hadits?
Pendapat jumhur, mayoritas, mengatakan bahwa sesuatu yang tidak secara tegas dilarang oleh Al-Qur’an dan Hadits, maka hukum dasarnya adalah boleh.
Jadi, mungkin saja nonton film Korea itu boleh. Bagaimana dengan pendapat para Sahabat Nabi?
Tidak ada yang melarang sesuatu yang tidak ada. Jadi, hukumnya tetap boleh.
Mari kita geser pada pendapat jumhur Ulama. Adakah yang membahas hukum nonton film Korea? Ada yang tegas melarangnya?
Ini njlimet.
Belum lagi memasukkan variabel kasuistik. Film Koreanya apa dulu. Artisnya siapa dulu. Pakaiannya gimana dulu. Alurnya gimana dulu.
Walah.
Belum lagi membahas kondisi menonton dan siapa yang menonton.
Nontonnya di mana. Nontonnya kapan. Nontonnya sama siapa. Nontonnya sambil ngapain. Nontonnya berapa jam. Nontonnya sambil tetap waspada atau sampai terlena. Lalu yang nonton usianya berapa. Sudah nikah apa belum. Kalau belum nomor hapenya berapa. Rumahnya di mana. Boleh main ke rumahnya apa nggak?
Mbulet. Tapi secara sederhana bisa dikatakan bahwa nonton film Korea hukumnya adalah tergantung.
Wallahu a’lam.
Tinggalkan Balasan