Buruh Tani dan Pak Polisi – Anekdot yang Mengingatkan Kita kepada Gus Dur

Syahdan, ada seorang buruh tani tua yang sedang mengalami masalah keuangan. Pekerjaan yang tidak menentu sementara kebutuhan datang tak kenal waktu, membuat pikirannya buntu. 

Siang malam ia berdoa kepada Tuhan agar nasibnya sedikit membaik.

Hari terus berganti dan keadaan tak berubah sama sekali.

Mendapati nasib yang terus begini-begini saja, ia mulai lelah berdoa. Buruh tani tua itu pun berpikir, “Barangkali doaku tak sampai. Kalau begitu, kukirim surat saja pada Tuhan.”

Diambilnya selembar kertas. Ia tulis sebuah surat: 

“Kepada Yth, Tuhan yang Maha Kaya. 

Bagaimana kabar Njenengan? Kabarku di sini sedang kesulitan. Langsung saja, Tuhan. Keluarga kami butuh makan, sementara cicilan panci belum juga terlunasi. Mohon kirimi kami uang 500 ribu saja.”

Panjang lebar ia keluhkan isi hatinya dalam surat itu. Berharap sampai padaNya tepat waktu.

Lalu dimasukkan surat itu dalam amplop, dicantumkan alamat jelas:

Kepada Yth:

Tuhan Yang Maha Esa.

Buruh tani tua itu pun pergi ke Kantor Pos. Ia masukkan surat super penting itu, lengkap dengan perangkonya, ke kotak surat depan Kantor Pos.

“Semoga Tuhan membalas suratku, tepat waktu,” batinnya.

Selang beberapa waktu, semua surat dikumpulkan petugas jadi satu. Saat masing-masing surat telah disortir, petugas menemukan amplop surat yang sedikit ganjil. Perangkonya lengkap, alamat pengirim ada, tapi tujuannya Tuhan Yang Maha Esa.

Awalnya, petugas pos ingin membuka saja surat itu, tapi diurungkan niatnya. Ia takut integritasnya sebagai penyampai amanah ternodai.

Petugas pos bingung, hendak diapakan surat ganjil itu. Setelah berpikir sejenak, ia putuskan untuk membawa surat itu ke Kantor Polisi.

Di Kantor Polisi, diterima laporan ada surat mencurigakan. Sepucuk surat dengan alamat tidak jelas, atau sebenarnya jelas tapi ganjil. Dengan santai seorang petugas polisi membuka barang bukti.

Tentu saja, itu hanya surat biasa. Tak ada yang berbahaya.

Tapi betapa kaget si bapak polisi saat ia membaca kata demi kata dengan teliti. Kalimat yang lugas dan sederhana tapi menyesakkan hati. Tak terasa air matanya menetes di pipi. Betapa polos pengirim surat ini.

Bapak polisi pun iba. Ia berniat membalas surat itu segera. Diambilnya amplop kantor lalu ia tulis alamat rumah buruh tani tua tadi sebagai penerima.

Merasa kasihan, ia berniat menyelipkan sedikit uang, barangkali bisa membantu. Pak polisi merogoh saku. Untunglah ada uang 250 ribu.

*

Keesokan harinya datang petugas pos ke rumah buruh tani tua. Mengantarkan sepucuk surat istimewa.

Pak tua itu pun membuka surat itu buru-buru. Dan ternyata isinya adalah uang. Dia berteriak, “Terimakasih, Tuhan. Betapa cepat Kau menyampaikan balasan.”

Tapi…

Serasa ada yang ganjil. Ia bolak-balik amplop itu. Lalu ia terdiam saat pandangannya tertuju pada kok amplop dengan tulisan rapi “Kepolisian Republik Indonesia”.

Lalu dihitung kembali uang yang ada di tangannya.

Tanpa berpikir panjang, ia ambil kertas, ditulisnya sebuah surat kedua untuk Tuhan.

Tulisnya, “Tuhan, terimakasih atas tanggapannya. Tapi lain kali jangan titipkan surat Njenengan ke polisi. Saya cuma minta 500 ribu masih dipotong setengahnya.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *