Nabi Ibrahim dan Penyembah Dewa-dewa

Puluhan tahun berdakwah monoteisme di Ur, kota kelahirannya, tanpa hasil, dengan hanya Sarah istrinya dan Luth, keponakannya saja yang percaya dan beriman, Nabi Ibrahim sesuai petunjuk Allah SWT memutuskan untuk hijrah ke kota Haran, kemudian pindah lagi ke kota Kan’an di Palestina.

Di kota itulah Nabi Ibrahim menetap dan perlahan dakwahnya berbuah.

Baca juga: Nabi Ibrahim dan Keraguan

Nabi Ibrahim bukan hanya seorang kepala keluarga. Ia juga bukan warga kota biasa. Ia tokoh. Salah satu kebiasaan nabi Ibrahim adalah makan bersama. Ia selalu mengundang dan mengajak orang-orang untuk makan bersamanya. 

Suatu ketika, saat waktu makan tiba, seperti biasa, Nabi Ibrahim bersiap mengajak sesama. Ia keluar rumah untuk memanggil para tetangga atau siapa saja yang kebetulan ada. Namun saat itu, tidak seperti biasanya, nabi Ibrahim tidak menemukan satu orang pun yang bisa diajak makan bersama.

Hanya tampak satu orang asing di kejauhan. Nabi Ibrahim pun memanggil dan mengundangnya untuk makan bersama. Orang asing itu pun dengan senang hati memenuhi ajakan.

Setelah keduanya duduk di depan hidangan, nabi Ibrahim mempersilakan, “Ayo, makan.”

“Baik,” kata orang asing itu. 

“Bismillahi ar-Rohmani ar-Rohim,” ucap Nabi Ibrahim berdoa sebelum makan.

“Dengan nama dewa-dewa,” ucap orang asing itu berdoa sebelum makan.

Nabi Ibrahim kaget. Dan bertanya, “Apa Engkau berdoa kepada dewa-dewa?”

“Ya,” jawab orang asing.

“Apa Engkau penyembah dewa-dewa?” tanya Nabi Ibrahim lagi.

“Ya.”

“Keluar!” reflek Nabi Ibrahim menghardik, dan mengusir orang asing tersebut. “Aku tidak sudi makan bersama orang yang tak menyembah Allah.”

Orang asing itu kaget, bingung, namun segera berdiri dan beranjak pergi.

Seketika itu juga datang teguran dari Allah SWT.

“Wahai Ibrahim, mengapa Kau mengusir orang asing itu?” tanya Allah SWT.

“Ya Allah, dia penyembah dewa-dewa!”

“Memangnya kenapa?” tanya Allah SWT.

“Aku tak sudi makan bersama penyembah selainMu,” jawab Nabi Ibrahim.

Lalu datanglah teguran itu. Sabda Allah SWT, “Ibrahim, orang asing itu mengabaikanKu dan menyembah selainKu selama 40 tahun. Tapi Aku tetap memberinya rejeki. Tetap Aku kasihi. Mengapa pula kau bergaul sekali saja dengannya tidak mampu?”

Nabi Ibrahim terhenyak dan menyadari kekeliruannya. Ia segera bangkit berdiri, keluar rumah, dan lari menghampiri si orang asing.

“Wahai orang asing,” kata Nabi Ibrahim, “Maafkan aku. Aku keliru. Mari kita lanjutkan makan.”

“Aku penyembah dewa-dewa,” kata orang asing itu.

“Tidak apa-apa.”

Para pendongeng mengakhiri kisah ini dengan mengatakan bahwa pada akhirnya orang asing tersebut beriman dan menjadi pengikut setia Nabi Ibrahim.

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *