Baik Mana, Sedekah atau Berkurban?

Dua orang kolega berbincang-bincang di sebuah taman kota usai mereka bersepeda bersama. Mereka sedang asyik memperdebatkan mana yang lebih baik, berkurban atau bersedekah.

“Bersedekah tentu lebih baik, bila kita lihat kondisi masyarakat kita saat ini yang sedang dilanda pandemi,” kata yang satu dengan serius. “Maka lebih baik kita bersedekah, wujud uang. Itu lebih bermanfaat untuk bantu penuhi kebutuhan mereka. Daripada kita beri kurban, wujud daging, yang belum tentu itu merupakan kebutuhan mendesak mereka,” lanjutnya berargumen.

Yang satunya lagi menimpali tak setuju, “Tapi ini momen setahun sekali. Berkurban hukumnya sunnah muakkadah. Sangat dianjutkan. Tentu akan sangat besar pahalanya bila kita berkurban, ikuti teladan para Nabi, mengingat apa yang terjadi pada Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Daging pastilah bermanfaat. Jika tidak dimakan, dijual juga ada sebagian ulama yang membolehkan.”

“Kamu tidak progresif! Kita ini sedang pandemi. Sedekah lebih baik. Lebih efisien. Lebih bermanfaat. Lebih higienis,” yang satu mulai menyerang.

“Kamu jangan gegabah. Kamu jangan berpandangan ngawur soal agama. Berkurban itu disyariatkan Islam. Nilai ibadahnya bukan kamu yang tentukan. Soal manfaat, daging kurban sudah jelas bermanfaat!” balas yang satunya.

Mereka terus berdebat hingga hampir siang. Lalu mereka bersepakat untuk mampir ke rumah seorang kiai sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Mereka berdua pun mengayuh sepeda mahal mereka masing-masing dan menuju rumah seorang kiai yang mereka kenal baik, untuk menanyakan mana yang lebih baik, sedekah atau kurban.

Sesampainya di rumah kiai, mereka langsung bertanya, “Kiai, mana yang lebih baik, sedekah atau kurban? Melihat kondisi kita saat ini yang sedang pandemi.”

Kiai itu tampak manggut-manggut dan sedikit menelengkan kepala, lalu menjawab, “Bersedekah itu baik. Berkurban juga baik. Yang ingin bersedekah silakan bersedekah. Yang ingin berkurban silakan berkurban. Mana yang lebih baik? Semua baik. Yang tidak baik itu, orang yang mampu beli sepeda tapi tidak mau bersedekah atau berkurban.”

Kedua tamu kiai itu tampak setengah bengong.

Kiai menambahi, “Yang lebih tidak baik lagi, orang yang mampu beli sepeda, tidak mau bersedekah atau berkurban, tapi asyik berdebat soal apa yang tidak mereka lakukan.”[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *