Redaksi |
Janji cinta dua sejoli untuk menuju pelaminan adalah janji yang harus ditepati seperti halnya semua janji yang lain. Komitmen tersebut haruslah diperjuangkan sesuai dengan ikhtiar seorang manusia. Jika pada akhirnya takdir tidak mengizinkan, maka gugurlah kewajiban tersebut karena udzur syar’i.
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isra’: 34)
Baca Juga: Bolehkah Suami Memaksa Istri Untuk Melayaninya?
Dalam hal ini Darul Ifta’ Mesir memberikan fatwa kecuali terkait hal Ini. Tekad janji cinta haruslah diperjuangkan dan diwujudkan kecuali terdapat udzur atau alas yang kuat sehingga memaksa untuk mengurungkannya.
Misalnya, jika salah satu calon mempelai atau bahkan salah satu pihak suami/ istri memilki karakter buruk atau sikap dan perilakunya tidak sesuai standar moral sehingga merusak tatanan dalam keluarga. Maka dalam hal ini diperbolehkan untuk tidak melanjutkan hubungan ke jenjang berikutnya atau bahkan menggugat cerai.
Namun jika pemutusan hubungan tersebut disinyalir akan menyebabkan kerugian pada salah satu pihak, maka alangkah lebih baiknya dilakukan dengan memberikan kompensasi dalam bentuk hadiah atau semacamnya, khusunya jika pemutusan itu berasal dari pihak pria. Intinya adalah, bahwa pihak pria maupun wanita memiliki hak untuk memutuskan hubungan khitbah/perkawinan. Oleh karena itu, diperbolehkan untuk tidak melanjutkan jenjang ikatan cinta tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang lebih maslahat bisa tercapai, dimana kedua belah pihak menjalani ikatan perkawinan tersebut dengan kebahagiaan, bukan sebaliknya.
Baca Juga : Kisah Pilu Mansur Al-Hallaj
Namun jika faktor yang menjadi ganjalan hubungan ikatan cinta adalah restu orang tua, maka kedua belah pihak harus meyakinkan orang tua.
Lebih lanjut, Darul Ifta’ menjelaskan bahwa orang tua tidak memiliki kewenangan untuk mencegah perkawinan putranya tanpa alasan yang jelas. Jika calon mempelai adalah orang yang baik, kuat iman, memiliki moral dan akhlak yang baik, maka tidak ada alasan untuk membatalkan perjanjian hubungan cinta apalagi ikatan pernikahan hanya karena untuk memuaskan keinginan orang tua.
Seseorang harus berusaha keras untuk meyakinkan orang tuanya untuk menerima pernikahannya dengan pembuktian. Bahkan seorang anak laki-laki tidak wajib menuruti orang tuanya jika tetap menolak pernikahan tersebut, karena dia sudah terlanjur membuat komitmen dengan pihak lain dan tidak ada alasan untuk mundur dari komitmen itu. Wallahu a’lam!
Tinggalkan Balasan