Adalah sebuah anugerah yang patut disyukuri, bahwa nilai-nilai keagamaan dan norma-norma kemanusiaan masih menjadi acuan dan panduan dalam atur ragam aspek hidup kita sehari-hari. Kita juga bisa memasukkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dalam tentukan berbagai keputusan dan tindak-tanduk kita dalam keseharian. Terutama berkait dengan hal-hal yang tidak bisa kita carikan rujukannya dalam literatur keagamaan atau moralitas kemanusiaan.
Misalnya, mobil mogok. Dalam sebuah perjalanan berkendara, mobil yang kita kendara mogok. Jelas ini kendala. Musibah kecil. Agama menuntun kita untuk bersabar dalam menghadapi apapun bentuk musibah. Beristigfar, berselawat, mengingat Allah. Berdoa dan memohon semoga kendala mogok bisa segera teratasi.
Tapi, itu tidak cukup untuk selesaikan masalah, bukan? Tentu saja.
Pertimbangan akal dan iman menuntun kita untuk mencari sebab mogok, menemukan masalahnya, lalu mengatasinya. Kalau tidak bisa kita tangani sendiri, mintalah bantuan Allah. Melalui tangan-tangan terampil montir.
Umat manusia sedang dilanda pandemi Corona. Memang, adalah sebuah tragedi bahwa globalisasi untuk kesekian kali secara gamblang dirasakan umat manusia dalam bentuknya yang buruk rupa. Sedemikian nyata.
Kita harus siap hadapi kemungkinan yang terburuk. Lakukan langkah antisipasi sedini mungkin. Semua kita lakukan bersama-sama, umat manusia, di muka bumi.
Sudah ada panduan yang dikeluarkan oleh otoritas kesehatan dunia untuk menekan laju penyebaran virus yang harus kita pedomani. Secara fikih, wajib hukumnya menjalankan prosedur antisipasi sebaik mungkin. Ulil amri juga sudah menghimbau dan memerintahkan warga untuk lakukan beberapa hal sebagai langkah tekan laju penyebaran.
- Tetaplah di rumah. Hindari ke luar rumah untuk hal-hal yang tidak perlu, atau bisa ditunda.
- Jaga jarak. Hindari kontak fisik. Amankan diri kita dari orang lain dan orang lain dari diri kita.
- Hindari kerumunan. Telah terbukti bahwa potensi kerumunan menjadi sentrum penyebaran virus jauh lebih besar daripada kontak fisik satu-dua orang.
- Tunda seluruh pertemuan dan agenda sosial yang hadirkan banyak orang.
- Budayakan hidup sehat. Cuci tangan sebersih dan sesering mungkin. Tidak sering sentuh wajah. Gunakan masker bila dirasa perlu. Konsumsi makanan dan minuman yang sehat. Perbanyak olah-raga.
- Tidak panik. Waspada.
Perlu pula kita mengingat bahwa kita tidak imun terhadap virus ini. Adalah sikap takabur apabila kita memandang remeh masalah ini dan merasa kita aman-aman saja dan tidak mungkin terkena. Kita tahu, takabur adalah dosa.
Beberapa bentuk ritus dan ritual ibadah akan terkena dampak dari langkah-langkah antisipasi ini. Kita tahu, ibadah selain memiliki aspek ubudiyyah dan penyembahan, juga memiliki aspek sosial yang sangat kental dan menonjol.
- Salat Jumat. Apabila ada aturan pemerintah yang memiliki dasar hukum dan legitimasi fikih, maka wajib hukumnya ikuti dan patuhi aturan tersebut.
- Salat berjamaah di masjid atau musala. Jika kita pertimbangkan langkah antisipatif, maka sebaiknya kita salat di rumah, berjamaah dengan anggota keluarga.
- Tarawih. Banyak prediksi ilmiah dan statistik sebut bahwa pandemi Corona akan terus melanda sampai Ramadan tiba. Tentu kita berharap semua sudah reda. Namun bila keadaan mengharuskan, tarawih sebaiknya di rumah saja. Toh, itu sunnah dan menjaga diri dan orang lain adalah wajib.
Agenda-agenda sosial juga harus dibatasi. Sebaiknya, ditunda. Resepsi pernikahan, selamatan, konser musik, seminar, gelar budaya, perkumpulan apapun, sebaiknya ditunda. Atau, wajib ditunda.
Pada akhirnya, dua kaidah fikih bisa menjadi pegangan. Pertama, yang wajib harus didahulukan tinimbang yang sunnah. Jaga hidup, jaga diri dan jaga orang lain adalah wajib. Salat berjamaah di masjid sunnah muakkadah. Jaga diri harus diutamakan. Kedua, cegah musibah harus didahulukan daripada upaya peroleh kebaikan.
Wallahu a’lam.
Di mengerti …???
Sepakat.. ???
Alhamdulillah.bertambah wawasan n bermanfaat.
Terimakasih sudah berkunjung. Alhamdulillah bisa saling beri manfaat.
Assalamualaikum wr.wb
maaf kak mau tanya kalau mau menerbitkan tulisan disini caranya bagaimana ya ?
Bisa dikirim tulisannya ke email fikih.id idfikih@gmail.com