Hak Kelamin Ganda

– Mei Rahmawati- 

Di New Zealand, Winnie the Pooh menjadi ikon persahabatan. Karakter bikinan A. A. Milne itu memang diilustrasikan memiliki sifat menyayangi teman-temannya.

Lain halnya di Tuszyn, kota kecil di Polandia. Tokoh kartun ini diabadikan namanya sebagai nama salah satu taman kota di sana. Sejumlah anggota dewan berdebat sengit mengenai nama taman kota tersebut karena karakter kelamin Pooh yang ambigu terhadap bentuk seksualitasnya.

Bagi mereka, karakter Pooh adalah hewan beruang hermafrodit. Ya, seekor beruang bersuara laki-laki, berbadan besar yang berjalan-jalan bagai orang mabok mencari makanan, namun lemah-gemulai, juga memakai pakaian minim, ini tidak layak menjadi panutan anak-anak.

Seyogyanya, kita bersyukur karena dilahirkan dengan kondisi fisik yang normal. Kita acuh dan tak menyadari bahwa hal itu merupakan suatu anugerah. Karena sejatinya, tidak ada yang mau dilahirkan dalam keadaan ambiguitas sexuality. Banyak kasus di manapun berada, manusia hermafrodit mempunyai banyak hambatan. Dia merasa unconfidence dan pada akhirnya menutup diri bahkan di tengah kehidupannya melakukan operasi genital. Lantas bagaimana jadinya jika kita dilahirkan dengan kondisi tidak biasa sebagaimana mirip kisah Winnie the Pooh di Tuszyn, Polandia.

Sebagaimana di atas, juga terdapat kisah lain, seorang wanita dinikahi oleh kekasihnya yang sudah berjalan hingga 10 tahun. Ia adalah Laki-laki tampan, kaya raya namun memiliki jiwa dermawan dan rendah hati sehingga perempuannya tergila-gila. Namun siapa sangka, malam pertama pernikahannya adalah malam terakhir pula kegagalannya dalam menikah, lantaran sang istri mengetahui jika suaminya adalah manusia berkelamin ganda atau dikenal hermafrodit.

Kegalauan orang yang berkelamin ganda dalam hidupnya ingin menepis rasa itu dengan operasi menghilangkan salah satu alat kelamin. Salah satu alasannya adalah mereka menunjukkan rasa sayangnya pada kekasihnya dengan menutup diri, tidak bisa diungkap secara afeksi melainkan dengan hal itu, menunjukkan jati dirinya sebagai manusia utuh.

Salah satu efek lain yang terjadi dari hermafrodit selama ini adalah operasi alat vital dapat mengancam nyawa mereka. Masih ingatkah kisah anak bayi baru lahir yang berkelamin ganda, kemudian sang ibu malu dan ingin memperbaiki fisik anaknya yang masih merah itu. Ternyata kegagalan operasi ini membawa dampak bagi anak hingga dewasa dan apa jadinya, ia ketika hendak dewasa mempertanyakan kondisi fisiknya dan merasa terkucil dengan kawannya yang lain.

Akronim LGBT berbeda nasib dengan hermafrodit. Bagi sebagian netizen dan komentar masyarakat, LGBT lebih dekat dengan lifestyle. Mungkin saja, karena kebanyakan masyarakat kita melihat seorang transgender dari berbagai iklan designer butik dan salon-salon kecantikan.

Lesbi, gay, biseksual dan transgender adalah akronim dari LGBT. Lalu apa perbedaan mereka dengan hermafrodit? Hermafrodit merupakan bawaan fisik sejak lahir sedangkan LGBT adalah kondisi psikis seseorang yang dihadapkan dari sebuah kesulitan dalam ekonomi, gejala kondisi psikis seperti traumatis pasca korban pemerkosaan atau sakit kejiwaan lainnya yang berhubungan dengan kondisi meluapkan kepuasan sensasi seksualitasnya (ini hanya sebagian alasan), tentunya terdapat segudang alasan lain mengapa mereka mengambil jalan hidup demikian.

Hermafrodit dalam bahasa Arab ( حنثى) Khuntsa yaitu sebagaimana dinarasikan dalam kitab al Ashbah wan Nadhoir karangan Imam Jalaluddin al Suyuthi, artinya: “Khuntsa ada dua macam, yang mempunyai farji (alat kelamin perempuan) dan dzakar (alat kelamin laki-laki) dan yang satu lagi tidak mempunyai alat kelamin, tetapi mempunyai lubang yang keluar dari lubang tersebut tidak menyerupai keduanya (farji dan dzakar).”

Bagi para peneliti LGBT dan hermafrodit mendapatkan beberapa hambatan. Adapun hambatan ini tidak lain adalah benturan agama dan kultur. Sehingga sang pengamat atau peneliti wajib memposisikan dirinya sebagai kondisi liyan (the other) kemudian otherness (manusia lain dari yang lain). Namun, dalam Islam, manusia diberi hak sesuai porsinya.

Salah satu dari haknya adalah memberi harta waris khuntsa. Cara yang pertama, sesuai dari mana ia mengeluarkan air kencingnya. Sebagaimana makna yang telah dijelaskan dari kitab di atas. Cara yang kedua dan ketiga adalah melihat dari mana ia mengeluarkan haid dan mani. Jika khunsta mengeluarkan mani dari dzakarnya, maka ia dipastikan berjenis laki-laki. Dan sebaliknya, jika ia berjenis perempuan maka ia mengalami haid dan keluar mani dari fajinya dengan syarat konsisten dan secara terus menerus.

Cara yang kelima adalah apakah dia melahirkan atau tidak. Dengan melahirkan artinya si khuntsa dipastikan berkelamin perempuan karena mempunyai farji dan rahim. Makai a mendapat hak waris sebagai perempuan.

Indahnya Islam. Ia menjamin keselamatan, hak dan kewajiban, juga menjaga harkat dan martabat tidak hanya atas manusia yang kondisi seksualnya normal.

Alumnus S2 Filsafat UIN Sunan Ampel, Surabaya. Kontributor tetap http://neswa.id

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *