– Hermanto – *
Islam dan segala hal tentangnya tidak muncul dalam ruang hampa.
Ia memiliki konteksnya yang kompleks dalam sejarah peradaban manusia yang tak bisa dipisah antar satu budaya dengan budaya yang lain.
Terhadap kesatuan sistem sosial dan praktik kehidupan yang telah ada, Islam mengambil tiga model sikap sebagai respon. Ada kebiasaan dan bahkan ritus yang diterima, dilestarikan dan bahkan disempurnakan (contoh: kebiasaan mengucapkan Basmalah, ritus haji, puasa, bulan-bulan suci). Ada yang diubah. Dan ada yang dihentikan dan diharamkan. Salah satu hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat sebelum Islam adalah praktik riba.
Riba bukan praktik yang khas Arab sebelum Islam. Ia telah ada sejak masa Yunani kuno. Kaum aristokrat dan saudagar kaya Makkah pun menerapkan sistem keuangan riba ini secara variatif dan masif untuk gerakkan roda ekonomi komunitas.
Menurut para ahli tafsir, ada empat rumusan dan tahapan dari Al-Quran sebagai respon terhadap praktik riba ini.
Pertama, dalam surah Ar-Rum ayat 39, Al-Quran menjelaskan bahwa Allah tidak mengharamkan riba, akan tetapi menolak anggapan bahwa riba adalah perbuatan yang menolong manusia mendekatkan diri kepada Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat.
Allah akan memberkahi dan melipat gandakan pahalanya. Ini menggambarkan bahwa Allah tidak menyukai praktik riba tersebut. Tanpa ada penegasan atas status hukumnya.
Kedua, Allah selanjutnya menurunkan surah An-Nisa ayat 160-161. Al-Quran pada ayat menggambarkan bahwa riba adalah perbuatan buruk lagi lalim. Dalam ayat ini, Allah mengancam akan memberikan siksa yang pedih kepada orang Yahudi yang melakukannya. Walaupun ayat ini tidak secara gamblang melarang riba bagi orang Islam, akan tetapi bisa dipandang sebagai ancang-ancang bagi orang Islam untuk bersiap diri menerima ayat selanjutnya tentang pelarangan riba.
Ketiga, dalam surah Ali Imran ayat 130, Al-Quran menyerukan kepada orang-orang yang beriman untuk jangan memakan uang riba yang berlipat ganda. Ayat ini menggambarkan kebijaksanaan hukum Allah dalam hal pelarangan riba, karena Allah tidak secara tuntas dan tegas melarang riba, tetapi melarang dalam bentuk berlipat ganda. Hal itu dikarenakan riba telah mengakar dan mendarah daging dalam sistem moneter dan pola interaksi sosial masyarakat saat itu.
Keempat, sebagai tahap terakhir, turun surah Al-Baqarah ayat 275-279. Al-Quran dengan jelas, tegas, dan tuntas mengharamkan riba dalam berbagai bentuknya. Pengharaman inipun disertai dengan ancaman yang berat bagi para pelakunya, yaitu akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. Ayat ini juga membedakan antara jual beli dengan riba, yang awalnya dianggap sama.
Wallahu a’lam.
*Mahasiswa UIN Kalijaga, Jogjakarta.
Mashaa Allah
Boleh minta judul kitab-kitab referensinya. Matur suwun sanget.