Tolong, Tiadakan Salat Jumat

Syarof Shidqy

Menurut berbagai pendapat ahli, Covid-19 tidaklah ‘mematikan’. Namun ada yang perlu dicermati dan dipahami: penyebarannya sangat mudah dan cepat. Sementara di sisi lain, masa inkubasinya cukup panjang, 14 hari. Artinya, satu saja orang yang membawa virus ini punya waktu selama 14 hari untuk menyebarkan dan menularkan ke orang lain.

Banyak pula ahli menilai sedikitnya angka kasus positif Covid-19 di suatu daerah bisa saja karena tidak banyak yang diuji klinis. Apabila semakin banyak diadakan uji klinis, kemungkinan jumlah orang terdeteksi positif Covid19 meningkat dari data yang ada.

Karena, ternyata tidak semua yang positif mengalami gejala yang sama. Ada yang ringan ada yang berat. Artinya, ada yang positif Covid19 tapi tidak merasa, karena tidak ada tanda gejala.

Samarnya status postif negatifnya seseorang di tengah keputusan ahli medis profesional yang mengategorikan Covid-19 sebagai pandemi, tentu harus disikapi dengan keputusan dan tindakan yang mengutamakan kehati-hatian dan pencegahan.

Bentuk pencegahan di tengah kesamaran status ini bisa dipraktikkan dengan semisal selalu berusaha cuci tangan sesuai standart yang direkomendasikan para ahli. Dan tindakan-tindakan lain yang direkomendasikan oleh mereka, termasuk menghidari atau meniadakan acara mengumpulkan masa, baik adat maupun keagamaan.

Dalam disiplin ilmu fikih, rekomendasi ahli medis yang adil dianggap penting, bahkan menjadi rujukan utama apabila terkait dengan kesehatan. Misalkan standart sakit yang menarik pada keringanan untuk tidak melaksanakan puasa. Dan contoh lain yang banyak tersebar di buku-buku fikih. Renungi:

فَسۡـَٔلُوۤا۟ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

[Surat An-Nahl 43]

Pencegahan dari terjadinya hal buruk dan perintah melakukan hal maslahat itu dua hal yang sama-sama diatur oleh syariat islam. Jangan ditukar-tukar pasalnya, bisa fatal akibatnya nanti. Perhatikan dengan sungguh:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ : خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ، فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ،فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ، ثُمَّ احْتَلَمَ، فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ : هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ ؟ فَقَالُوا : مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ. فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ، فَقَالَ : ” قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ، أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا ؟ فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّالسُّؤَالُ، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ – أَوْ : يَعْصِبَ. شَكَّ مُوسَى – عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً، ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا، وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ “.

أبو داود 336

Hemat saya, dinamika keputusan dan rekomendasi hukum fikih pelaksanaan shalat jumat yang muncul di tengah-tengah terus meluasnya pandemi Covid-19 tetap dalam koridor ijtihadi (dhonni). Jadi tidak perlu berlebihan dalam menyikapi perbedaan yang terjadi. Apalagi saling mengumpat dan caci maki.

Saya yakin, masing-masing “mufti” punya landasan hukum yang melatar belakangi fatwa mereka. Kuat tidaknya dasar argumentasi dari masing-masing mufti tentu bisa diuji di meja diskusi, bukan dengan caci-maki.

Dan di saat yang genting seperti ini, pemerintah harus mengambil sikap tegas, memilih pendapat yang mana, meskipun harus berlawanan pendapat. Biarkan saja. Karena ini soal nyawa. Sekali lagi, ini soal nyawa.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa,

1. Peningkatan korban terpapar dari hari ke hari begitu cepat, peta penyebaran juga semakin meluas tak terkendali (kalau begini faktanya, hemat saya, Covid19 dikategorikan mafsadah yang nyata di Indonesia),

2. Alat deteksi dini minim. Tidak semua masjid, musholla, gereja, vihara, kelenteng punya. Mereka hanya sedia disinfektan dan sejenisnya. Belum lagi untuk mengetahui positif negatif harus nunggu hasil dari Pusat dulu. Prihatin.

3. Menurut para pakar, satu media penyebaran Covid-19 ini adalah perkumpulan masa apalagi kontak fisik, baik perkumpulan adat maupun adi keagamaan. Ambil contoh Tabligh Akbar di Malaysia, pertemuan HIPMI yang menambah korban terpapar dan salah satu masjid di Jakarta yang terpaksa dijadikan tempat isolasi jamaahnya.

4. Agama Islam adalah agama yang sangat menghargai nyawa. Dan membuat aturan sedemikian rupa agar tidak ada nyawa yang melayang secara sia-sia.

5. Allah mensyariatkan keringanan-keringanan dalam praktik beragama, yang kemudian digali oleh para ulama dalam menentukan batas dan aturan mainnya.

Dalam kaidah fikih, “Keselamatan nyawa lebih didahulukan daripada pelaksanaan satu-dua ritual ibadah”. Logikanya, memaksa beribadah, terpapar, isolasi, meninggal, membuang kesempatan bisa ibadah lebih lama jika menghindari sementara. Lihat:

ﺣﻔﻆ اﻟﻤﻬﺞ ﻭاﻷﻃﺮاﻑ ﻹﻗﺎﻣﺔ ﻣﺼﺎﻟﺢ اﻟﺪاﺭﻳﻦ ﺃﻭﻟﻰ ﻣﻦ ﺗﻌﺮﻳﻀﻬﺎ ﻟﻠﻔﻮاﺕ ﻓﻲ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺃﻭ ﻋﺒﺎﺩاﺕ ﺛﻢ ﺗﻔﻮﺕ ﺃﻣﺜﺎﻟﻬﺎ.

(قواعد الأحكام في مصالح الأنام / عز الدين عبد السلام)

Agama sangat menghargai satu nyawa manusia, maka “Barang siapa mencegah potensi hilangnya satu nyawa, sungguh ia memberi harapan hidup kepada seluruh umat manusia. Begitupun sebaliknya.” Lihat:

مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَیۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادࣲ فِی ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِیعࣰا وَمَنۡ أَحۡیَاهَا فَكَأَنَّمَاۤ أَحۡیَا ٱلنَّاسَ جَمِیعࣰاۚ

[Surat Al-Ma’idah 32]

Demi mencegah perluasan penyebaran dan bertambahnya korban terpapar, maka untuk sementara waktu kita berpuasa dari berkumpul, baik sifatnya keagamaan maupun adat. Dan pemerintah atau pihak terkait mengumumkan diliburkannya kegiatan dimaksud.

Bagi yang merasa tidak enak kalau tidak jumaatan misalnya, jangan sedih, ini bentuk keringanan dan peran agama dalam melindungi umat. Baca:

عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً : عَبْدٌ مَمْلُوكٌ، أَوِ امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ “.

أبو داود 1067

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنِ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ “. قَالُوا : وَمَا الْعُذْرُ ؟ قَالَ : “خَوْفٌ أَوْ مَرَضٌ ؛ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّى “.

أبو داود 551

عَنْ جَابِرٍ ، قَالَ : خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَمُطِرْنَا، فَقَالَ : لِيُصَلِّ مَنْ شَاءَ مِنْكُمْ فِي رَحْلِهِ

مسلم 698

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ : إِذَا قُلْتَ : أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَلَا تَقُلْ : حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ : صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ. قَالَ : فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ. فَقَالَ : أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا ؟ قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي ؛ إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ، فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ.

مسلم 699

عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ ، عَنْ أَبِيهِ ، أَنَّ يَوْمَ حُنَيْنٍ كَانَ يَوْمَ مَطَرٍ، فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنَادِيَهُ أَنِ الصَّلَاةُ فِي الرِّحَالِ .

أبو داود 1057

عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَارِثِ – ابْنُ عَمِّ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ – أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ : إِذَا قُلْتُ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ : حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قُلْ : صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ. فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَلِكَ، فَقَالَ : قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي ؛ إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ وَالْمَطَرِ.

أبو داود 1066

Momentum munculnya keringanan masal ini bisa juga kita jadikan bahan refleksi. Hemat saya, kita sudah terlalu berlebihan dalam beragama. Memaksakan diri membuat acara-acara di luar kemampuan diri dan seringkali memberatkan jamaah. Mari sejenak ikuti Sunnah Nabi. Kondisi hujan, umumkan acara libur. Ada wabah, umumkan libur. Jangan khawatir tidak dianggap orang saleh atau tidak istiqomah.

Terkait libur jamaah dan salat Jum’at, prinsipnya, “diperbolehkan bagi seseorang yang merasa (dhon) terancam (baca: khouf) nyawanya atau dikhawatirkan munculnya penyakit untuk tidak melaksanakan salat jamaah di masjid juga jumatan (takhfif isqoth) “. Lihat:

حفظ النفس مقدم على حفظ الدين

[ﻓﺼﻞ ﻓﻲ ﺑﻴﺎﻥ ﺗﺨﻔﻴﻔﺎﺕ اﻟﺸﺮﻉ]

ﻭﻫﻲ ﺃﻧﻮاﻉ: ﻣﻨﻬﺎ ﺗﺨﻔﻴﻒ اﻹﺳﻘﺎﻁ ﻛﺈﺳﻘﺎﻁ اﻟﺠﻤﻌﺎﺕ ﻭاﻟﺼﻮﻡ ﻭاﻟﺤﺞ ﻭاﻟﻌﻤﺮﺓ ﺑﺄﻋﺬاﺭ ﻣﻌﺮﻭﻓﺔ، . . .

[ ﻓﺼﻞ ﻓﻲ اﻟﻤﺸﺎﻕ اﻟﻤﻮﺟﺒﺔ ﻟﻠﺘﺨﻔﻴﻔﺎﺕ اﻟﺸﺮﻋﻴﺔ]

اﻟﻤﺸﺎﻕ ﺿﺮﺑﺎﻥ: ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻣﺸﻘﺔ ﻻ ﺗﻨﻔﻚ اﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻋﻨﻬﺎ ﻛﻤﺸﻘﺔ اﻟﻮﺿﻮء ﻭاﻟﻐﺴﻞ ﻓﻲ ﺷﺪﺓ اﻟﺴﺒﺮاﺕ ﻭﻛﻤﺸﻘﺔ ﺇﻗﺎﻣﺔ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ اﻟﺤﺮ ﻭاﻟﺒﺮﺩ، . . . .

اﻟﻀﺮﺏ اﻟﺜﺎﻧﻲ: ﻣﺸﻘﺔ ﺗﻨﻔﻚ ﻋﻨﻬﺎ اﻟﻌﺒﺎﺩاﺕ ﻏﺎﻟﺒﺎ، ﻭﻫﻲ ﺃﻧﻮاﻉ

اﻟﻨﻮﻉ اﻷﻭﻝ ﻣﺸﻘﺔ ﻋﻈﻴﻤﺔ ﻓﺎﺩﺣﺔ ﻛﻤﺸﻘﺔ اﻟﺨﻮﻑ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻔﻮﺱ ﻭاﻷﻃﺮاﻑ ﻭﻣﻨﺎﻓﻊ اﻷﻃﺮاﻑ ﻓﻬﺬﻩ ﻣﺸﻘﺔ ﻣﻮﺟﺒﺔ ﻟﻠﺘﺨﻔﻴﻒ ﻭاﻟﺘﺮﺧﻴﺺ؛ ﻷﻥ ﺣﻔﻆ اﻟﻤﻬﺞ ﻭاﻷﻃﺮاﻑ ﻹﻗﺎﻣﺔ ﻣﺼﺎﻟﺢ اﻟﺪاﺭﻳﻦ ﺃﻭﻟﻰ ﻣﻦ ﺗﻌﺮﻳﻀﻬﺎ ﻟﻠﻔﻮاﺕ ﻓﻲ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺃﻭ ﻋﺒﺎﺩاﺕ ﺛﻢ ﺗﻔﻮﺕ ﺃﻣﺜﺎﻟﻬﺎ.

ﻭاﻷﻋﺬاﺭ ﻋﻨﺪﻩ (الشافعي) ﺭﺗﺐ ﻣﺘﻔﺎﻭﺗﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺸﻘﺔ.

اﻟﺮﺗﺒﺔ اﻷﻭﻟﻰ: ﻣﺸﻘﺔ ﻋﻈﻴﻤﺔ ﻓﺎﺩﺣﺔ ﻛﺎﻟﺨﻮﻑ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻔﻮﺱ ﻭاﻷﻋﻀﺎء ﻭﻣﻨﺎﻓﻊ اﻷﻋﻀﺎء ﻓﻴﺒﺎﺡ ﺑﻬﺎ اﻟﺘﻴﻤﻢ.

اﻟﺮﺗﺒﺔ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ: ﻣﺸﻘﺔ ﺩﻭﻥ ﻫﺬﻩ اﻟﻤﺸﻘﺔ ﻓﻲ اﻟﺮﺗﺒﺔ ﻛﺎﻟﺨﻮﻑ ﻣﻦ ﺣﺪﻭﺙ اﻟﻤﺮﺽ اﻟﻤﺨﻮﻑ، ﻓﻬﺬا ﻣﻠﺤﻖ ﺑﺎﻟﺮﺗﺒﺔ اﻟﻌﻠﻴﺎ ﻋﻠﻰ اﻷﺻﺢ.

– قواعد الأحكام في مصالح الأنام / عز الدين بن عبد السلام )

Namun, untuk menghindari (ihtiyath/langkah hati-hati) dakwaan “menelantarkan masjid” serta tetap dalam sikap pencegahan, boleh saja jumatan dilakukan secara khusus, yaitu dalam batas peserta minimal.

Terserah mau pakai madzhab mana. Kalau paling sedikit ya tiga peserta, menurut pendapat Abu Yusuf, madzhab Hanafi. Atau empat peserta menurut pendapat Ashab Syafi’i yang didukung as-Suyuthi.

Kenapa tidak empat puluh peserta saja? Karena pemilahan peserta siapa saja yang boleh berangkat lebih sulit ditentukan. Berbeda jika cuma tiga atau empat peserta.

Umumkan lewat speaker, bahwa salat Jum’at akan dilaksanakan dengan peserta terbatas. Atau buat edaran lewat RT masing-masing. Masyarakat tidak perlu pada datang ke masjid menunaikan salat Jum’at. Salat dhuhur saja di rumah.

Jangan sampai kejadian di Istiqlal dulu terulang lagi, sudah diumumkan libur, tapi tetap berkumpul, bahkan berjamaah salat dhuhur. Kalau tidak patuh dan tetap mau berkerumun atau salat Jum’at banyak orang, liburkan saja.

Andaipun salat jamaah atau salat Jum’at diliburkan, hemat saya tidak tergolong yang disabdakan Nabi terkait meninggalkan salat Jum’at. Karena sabda tersebut melihat ketika kondisi normal. Tentu berbeda halnya ketika ada udzur. Nabi sendiri pun pernah tidak salat Jum’at karena ada udzur.

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ : أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُوْلُ عَلَى أَعْوَادِ مِنْبَرِهِ : لَيَنْتَهِيَنَّ أقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونَنَّ مِنَ الغَافِلِينَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ 865

عَنْ أَبِي الْجَعْدِ الضَّمْرِيِّ – وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ – قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ، طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ “.

رواه أحمد 15498

Sekali lagi, pemerintah sebagai pelindung masyarakat dan juga yang lebih banyak punya data atas fakta di lapangan dalam situasi yang makin memburuk ini harus tegas. Begitu juga masyarakat harus patuh. Perhatikan:

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ أَطِیعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِیعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِی ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِی شَیۡءࣲ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ ذَ ٰ⁠لِكَ خَیۡرࣱ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِیلًا)

[Surat An-Nisa’ 59]

تصرف الإيمان على الرعاية منوط بالمصلحة

حفظ النفس مقدم على حفظ الدين

Bagi kalian yang menilai bahwa keringanan ini adalah bentuk melawan agama, ketahuilah bahwa ketentuan agama tidak seketat yang Anda asumsikan. Kita hanya berijtihad (berusaha sungguh-sungguh) demi keselamatan banyak nyawa. Dan upaya ini legal secara disiplin fikih. Simak dan baca:

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ، فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ، فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ، فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : ” يَا عَمْرُو، صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ ؟ “. فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ، وَقُلْتُ : إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ : { وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا }. فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا.

أبو داود 334

(وَأَنفِقُوا۟ فِی سَبِیلِ ٱللَّهِ وَلَا تُلۡقُوا۟ بِأَیۡدِیكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ وَأَحۡسِنُوۤا۟ۚ إِنَّ ٱللَّهَ یُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِینَ)

[Surat Al-Baqarah 195]

(شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِیۤ أُنزِلَ فِیهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدࣰى لِّلنَّاسِ وَبَیِّنَـٰتࣲ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡیَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِیضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرࣲ فَعِدَّةࣱ مِّنۡ أَیَّامٍ أُخَرَۗ یُرِیدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡیُسۡرَ وَلَا یُرِیدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُوا۟ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ)

[Surat Al-Baqarah 185]

(یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُوا۟ وُجُوهَكُمۡ وَأَیۡدِیَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَیۡنِۚ وَإِن كُنتُمۡ جُنُبࣰا فَٱطَّهَّرُوا۟ۚ وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰۤ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَاۤءَ أَحَدࣱ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَاۤىِٕطِ أَوۡ لَـٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَاۤءَ فَلَمۡ تَجِدُوا۟ مَاۤءࣰ فَتَیَمَّمُوا۟ صَعِیدࣰا طَیِّبࣰا فَٱمۡسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَیۡدِیكُم مِّنۡهُۚ مَا یُرِیدُ ٱللَّهُ لِیَجۡعَلَ عَلَیۡكُم مِّنۡ حَرَجࣲ وَلَـٰكِن یُرِیدُ لِیُطَهِّرَكُمۡ وَلِیُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَیۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ)

[Surat Al-Ma’idah 6]

(وَجَـٰهِدُوا۟ فِی ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِۦۚ هُوَ ٱجۡتَبَىٰكُمۡ وَمَا جَعَلَ عَلَیۡكُمۡ فِی ٱلدِّینِ مِنۡ حَرَجࣲۚ مِّلَّةَ أَبِیكُمۡ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمَۚ هُوَ سَمَّىٰكُمُ ٱلۡمُسۡلِمِینَ مِن قَبۡلُ وَفِی هَـٰذَا لِیَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِیدًا عَلَیۡكُمۡ وَتَكُونُوا۟ شُهَدَاۤءَ عَلَى ٱلنَّاسِۚ فَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱعۡتَصِمُوا۟ بِٱللَّهِ هُوَ مَوۡلَىٰكُمۡۖ فَنِعۡمَ ٱلۡمَوۡلَىٰ وَنِعۡمَ ٱلنَّصِیرُ)

[Surat Al-Hajj 78]

Terakhir, dalam situasi seperti ini, kita harus tetap pada prinsip bahwa المؤثر وحده هو الله , tidak ada yang menjadikan dan menyebabkan apapun kecuali hanya Allah. Akan tetapi tidak benar juga apabila kita bermain api, karena ngotot berdasar fakta sejarah bahwa api tidak membakar Nabi Ibrahim. Fakta tersebut harus ditempatkan pada konteks membuktikan bahwa لا مؤثر إلا الله .

Mari bersama meningkatkan kuantitas dan kualitas dzikir, istighfar dan selawat di rumah. Insya Allah lebih khusyu’, jauh dari keramaian serta minim dari potensi riya. Semoga Allah melindungi kita semua, menyehatkan yang sakit, merahmati yang wafat. Amin.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “الدِّينُ النَّصِيحَةُ “. ثَلَاثَ مِرَارٍ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَنْ ؟ قَالَ : ” لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَعَامَّتِهِمْ “.

الترمذي 1926

Wallahu A’lam

 

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *