20.000 tahun yang lalu, tinggi permukaan laut sekitar minus 120 meter. Kemudian permukaan laut naik semeter tiap kira-kira 100 tahun, sampai 8.000 tahun yang lalu.
Dan sejak 8.000 tahun yang lalu itu, permukaan laut relatif konstan sampai hari ini. Dan sejak 8.000 tahun yang lalu inilah, peradaban manusia muncul, tumbuh dan berkembang.
Di mana-mana di seluruh dunia, selama ribuan tahun, kota pelabuhan dan kota pantai dibangun, memberi kesempatan pada perdagangan dan transportasi untuk berkembang. Baik langsung maupun tidak langsung, kota-kota ini bergantung pada stabilnya tinggi permukaan laut.
Peradaban manusia, dengan demikian, bisa dikatakan merupakan produk dari stabilnya tinggi permukaan laut.
Namun sejak 1960-an, dari tahun ke tahun, terjadi kenaikan permukaan laut yang signifikan. Sejak itu, kenaikan tinggi permukaan laut menjadi perhatian saintis. Pemerintah negara-negara yang memiliki wilayah rendah atau ketinggian di bawah permukaan laut terus berupaya memperbarui sistem pertahanan atas kenaikan tinggi laut.
Dan makin tingginya permukaan laut bukanlah satu-satunya hal tentang laut yang harus kita sadari, waspadai, dan carikan solusi.
Sebelum kita berpikir tentang ancaman laut terhadap kita, kita manusia harus sadari ancaman kita terhadap laut. Nyatanya, manusia adalah makhluk hidup paling berlaku buruk terhadap alam, termasuk laut.
Hal ini merupakan ironi.
Karena menjaga bumi dan melestarikan alam adalah tugas penciptaan.
Dalam surat Hud ayat 61, Allah SAW berfirman:
هوأنشأكم من الأرض واستعمركم
“Dia telah menciptakanmu dari bumi dan menugaskanmu menjadi pelestari.”
Sampah dan Limbah
Sejak ribuan tahun peradaban manusia membuang sampah ke laut tanpa menyadari bahwa hal itu keliru. Satu jenis sampah lebih buruk dari sampah yang satunya. Dan yang paling buruk tentu saja sampah plastik. Ia ‘abadi’.
Sampah yang kita buang ke laut tidak akan hilang dengan sendirinya. Sebagian besar tidak dapat diurai air. Sampah-sampah itu terbawa arus, tertumpuk bersama sampah lain yang juga terseret arus, makin tumpuk menumpuk hingga kemudian menciptakan pulau sampah yang terapung. Pada 2010, para ilmuwan memperkirakan ada sekitar 8 juta ton sampah di laut. Jumlah ini tidak akan berkurang dengan sendirinya.
Manusia juga susah menghapus stigma bahwa laut adalah pembuangan akhir limbah rumah tangga. Saluran pembuangan air dari rumah-rumah akan disambungkan dengan gorong-gotong yang mengalirkannya ke sungai atau laut. Belum lagi limbah pabrik. Regulasi yang ditetapkan pemerintah harus terus diperbarui dan ditegakkan. Limbah yang beracun dan berbahaya bagi ekosistem haram untuk dibuang ke laut.
Kejahatan terbesar nomor dua manusia terhadap alam adalah ketidakpedulian. Kebanyakan orang akan merasa tak bersalah dan karenanya menjadi tenang hanya karena mereka tidak merusak alam. Tapi, sikap tidak merusak alam namun juga tidak peduli atas nasib alam ini apakah cukup untuk menjaga kelestariannya?
Sepertinya tidak.
70 persen permukaan bumi adalah laut. Tempat hidup sebagian besar makhluk yang ada di bumi. Tempat hidup makhluk kecil bernama plankton. Yang menyumbang produksi 80 persen oksigen yang setiap saat kita hirup.[]
| Rubrik Fikih Alam diampu oleh Ust. Walang Gustiyala.
Tinggalkan Balasan